JAKARTA, Harianmuria.com – Guru-guru PAUD Kabupaten Pati yang terhimpun dalam HIMPAUDI serta guru honorer mendatangi gedung DPR RI di Senayan, Jakarta, Senin (10/2/2025). Didampingi beberapa anggota DPRD Kabupaten Pati, para guru itu mengadukan penghidupan mereka yang masih jauh dari kata sejahtera.
Di hadapan para anggota Komisi X DPR RI yang membidangi pendidikan, Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Pati Tulus Budiharjo, yang juga ditunjuk menjadi Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud), mengungkapkan curhatan para guru PAUD di Pati.
Menurut Tulus, guru-guru PAUD mendapatkan gaji yang jauh lebih rendah dibandingkan buruh pabrik. “Di Pemkab Pati baru memberikan jaminan atau tunjangan hanya dua jam pelajaran. Per jam cuma Rp50 ribu, sebulan cuma Rp100 ribu, setahun hanya Rp1,2 juta, dan itu diberikan per tiga bulan sekali,” tuturnya.
Selain itu, kata Tulus, PAUD sering dianggap sebagai sekolah non-formal, sehingga guru-guru PAUD seringkali tidak dianggap sebagai guru atau tenaga pendidik, berbeda dengan guru SD, SMP, dan SMA.
Maka dari itu, ia mengharapkan agar anggota DPR RI segera merevisi UU Sisdiknas Tahun 2003 yang mengatur tentang kesejahteraan guru, tak terkecuali guru PAUD.
“Kesetaraan tenaga PAUD sama dengan guru. Diharapkan ada perhatian dan tunjangan yang sama dengan para pengajar, dan lebih lanjut berharap dapat sertifikasi,” lanjutnya.
Sementara itu, Alam menyebut ia bersama rombongan HIMPAUDI sengaja datang jauh-jauh dari Pati malam hari dan tiba di Jakarta pada dini hari, hanya demi bisa mengadukan tentang nasib pra guru PAUD dan guru honorer.
Alam mengaku miris. Pasalnya syarat menjadi guru PAUD saja harus S1, tetapi gaji yang diberikan tidak setara dengan biaya kuliah yang sudah dikeluarkan. “Berangkat dari malam dan baru datang jam 1 pagi. Kami sama-sama S1, kenapa kesejahteran kami tidak diperhatikan. Kami miris,” ucapnya.
Selanjutnya, ia menjabarkan soal gaji dan tunjangan yang diberikan oleh pemerintah dari Bank Kesejahteraan Guru sejak tahun 2020, yang hanya naik sedikit per tahunnya. Bahkan demi bisa menghidupi diri sendiri dan keluarga, guru-guru PAUD dan honorer di Pati ini sering dibayar dengan sembako.
“Tahun 2020 masih Rp50ribu. Tahun 2021 naik jadi Rp100 ribu. Beberapa lembaga harus dibayar dengan sayur mayor dan beras agar gurunya bisa dibayar,” katanya.
Alam juga mengungkapkan dana Biaya Operasional Pendidikan (BOP) untuk para guru PAUD per tahun yang hanya Rp660 ribu pun masih jauh dari layak.
“Honor Rp200 ribu dari BOP, ditambah Rp100 ribu, jadi cuma Rp300 ribu. Data yang dikumpulkan pusat sudah berikan dukungan BOP Rp500ribu/anak per tahun. Kenapa hanya Rp660 ribu per tahun? Padahal anak kalau main, barangnya itu habis pakai,” tuturnya sambil menahan haru.
“Ke depan harap dinaikkan BOP-nya untuk guru-guru PAUD. Apa bedanya PAUD dengan sekolah yang lain?” sergahnya dengan nada sedikit tegas.
Selain meminta kenaikan dana BOP dan tunjangan, Alam juga menuntut adanya revisi UU Sisdiknas tahun 2003 yang mengatur soal kesejahteraan guru dan dosen. Sebab, UU tersebut tidak memasukkan guru PAUD sebagai guru.
“Kami meminta revisi UU Sisdiknas 2003, yang terintegrasi dengan guru-guru dan dosen. Kalau kami bukan guru, kami ini apa? Selama 20 tahun pemerintah belum memberikan kesejahteraan, kesetaraan, dan payung hukum bagi guru PAUD,” tandasnya.
Salah seorang guru PAUD, Siti Sudarwati mengungkapkan harapannya terkait revisi UU Sisdiknas. Pertama, merekomendasikan agar guru-guru PAUD diikutsertakan mengikuti PPG. Kedua, minta insentif yang diberikan itu langsung dari pemerintah, untuk peningkatan kesejahteraan.
“Ketiga, dana BOP sebesar Rp660 ribu per tahun itu sangat minim sekali, sehingga kebutuhan yang ada di lembaga itu belum terpenuhi. Terakhir, kami juga ingin ada revisi UU Sisdiknas tahun 2003 agar kita masuk ke guru formal. Ini supaya kita punya hak yang sama dan setara dengan guru-guru formal lainnya,” ungkapnya.
Selain guru PAUD, salah seorang guru honorer juga mengungkapkan curhatan pilunya di depan anggota DPR RI. Ia mengaku gaji yang diterimanya dan rekan-rekan guru honorer hanya sebesar Rp300 ribu dan Rp500 ribu. “Kami guru honorer paruh waktu. Maka dari itu, kami meminta agar pemerintah memikirkan nasib-nasib kami untuk dinaikkan menjadi PPPK paruh waktu,” ujarnya.
(YUYUN HU – Harianmuria.com)