SEMARANG, Harianmuria.com – Mantan Wali Kota Semarang Hevearita Gunaryanti Rahayu atau akrab disapa Mbak Ita, dijadwalkan menjalani sidang perdana di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Semarang, Senin (21/4/2025) hari ini.
Sidang tersebut terkait dugaan tindak pidana korupsi selama menjabat dirinya menjabat Wali Kota Semarang. Juru Bicara Pengadilan Negeri Semarang Haruno Patriadi mengonfirmasi jadwal sidang perdana itu.
Menurutnya, berkas perkara telah resmi dilimpahkan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sejak 10 April 2025 lalu. Majelis hakim yang akan menyidangkan perkara ini terdiri dari Gatot Sarwadi sebagai ketua majelis, serta Titi Sansiwi dan Arief Noor Rokhman sebagai hakim ad hoc Tipikor.
“Pengadilan telah menunjuk Hakim Gatot, Bu Titik, dan Pak Arief sebagai majelis hakim yang akan memimpin sidang,” ujar Haruno saat dikonfirmasi.
Tim penuntut dari KPK akan dipimpin oleh jaksa Rio Firniko Putra. Perkara Mbak Ita merupakan salah satu dari tiga berkas yang diterima Pengadilan Tipikor Semarang.
Dalam berkas tersebut, Mbak Ita akan disidangkan bersama suaminya, Alwin Basri, yang merupakan mantan Ketua Komisi D DPRD Jawa Tengah.
Dua berkas lainnya melibatkan Martono, Ketua Gapensi Kota Semarang, dan Rachmat Utama Djangkar, Direktur Utama PT Deka Sari Perkasa. Ketiganya juga dijadwalkan menjalani proses hukum atas dugaan korupsi yang sama.
Keempatnya diduga terlibat dalam kasus korupsi terkait pengadaan barang dan jasa serta penerimaan gratifikasi di lingkungan Pemerintah Kota Semarang untuk tahun anggaran 2023–2024.
Berdasar hasil penyidikan, KPK menyebut Mbak Ita dan Alwin diduga menerima suap dalam berbagai bentuk, termasuk fee proyek pengadaan meja dan kursi fabrikasi untuk sekolah dasar yang dikelola Dinas Pendidikan Kota Semarang.
Atas perbuatannya, Mbak Ita dan Alwin Basri dijerat dengan Pasal 12 huruf a, b, dan f, serta Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, junto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Lebih lanjut, keduanya juga diduga menerima sejumlah uang dari pengaturan proyek penunjukan langsung di tingkat kecamatan serta melakukan intervensi dan permintaan dana ke Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Semarang.
Tak hanya itu, mereka juga disebut memotong pembayaran insentif bagi pegawai negeri sipil dengan alasan untuk membayar utang pribadi. Padahal, dana tersebut merupakan bagian dari insentif pemungutan pajak dan retribusi daerah.
(SYAHRIL MUADZ – Harianmuria.com)