BLORA, Harianmuria.com – Fenomena minimnya pendaftar di sejumlah Sekolah Dasar (SD) Negeri di Kabupaten Blora menjadi perhatian serius. Anggota Dewan Pendidikan Blora, Sugi Rusyono, menyebut perlunya langkah strategis untuk mengatasi masalah rendahnya minat masyarakat terhadap SD negeri.
“Salah satu solusi adalah melakukan regrouping sekolah dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) para tenaga pendidik,” ungkap Sugi pada Selasa, 17 Juni 2025.
Menurutnya, peningkatan kualitas guru SD negeri menjadi kunci utama agar mutu pendidikan lebih baik. Hal ini mencakup cara mengajar, pola pikir, dan sikap guru terhadap siswa serta masyarakat.
“Pola pikir guru harus diubah. Jangan lagi berpikir bahwa sekolah negeri pasti akan mendapat murid. Sekarang, semua harus bersikap visioner, kreatif, dan responsif,” tegasnya.
Baca juga: Minim Murid Baru, 40 SD Negeri di Blora Terancam Regrouping
Sugi menekankan pentingnya sikap humanis dari guru kelas terhadap siswa, orang tua, dan lingkungan sekitar sekolah. Menurutnya, sekolah yang guru-gurunya aktif, peduli, dan komunikatif, cenderung mendapatkan respons positif dari masyarakat.
“Ada sekolah yang gurunya perhatian dan komunikatif, hasilnya pendaftaran meningkat. Sebaliknya, ada anak yang enggan sekolah di desanya karena guru kelas satu-nya tidak ramah saat mengajar. Akibatnya, mereka memilih sekolah di desa lain,” jelas Sugi.
Baca juga: Miris! SDN 1 Patalan Blora Nol Murid Baru, Regrouping Mengintai
Lebih lanjut, Sugi juga mendorong adanya koordinasi aktif antara sekolah dengan pemerintah desa (Pemdes). Ia mengapresiasi beberapa kepala desa yang sudah proaktif menyosialisasikan pentingnya mendaftarkan anak ke SD negeri terdekat.
“Kades bisa mendorong warganya agar tetap menyekolahkan anak di SD yang ada di desa. Ini bisa menjaga keberlangsungan operasional sekolah,” tambahnya.
Sebagai langkah jangka panjang, Sugi mengusulkan opsi regrouping sekolah-sekolah dengan jumlah murid minim. Namun, langkah ini perlu mempertimbangkan aspek wilayah dan aksesibilitas siswa.
“Regrouping sekolah bisa menjadi solusi, tentu harus memperhitungkan aspek geografis dan kenyamanan siswa dalam belajar,” pungkasnya.
(EKO WICAKSONO – Harianmuria.com)