SEMARANG, Harianmuria.com – Kepala Dinas Pendidikan (Kadisdik) Kota Semarang, Bambang Pramusinto, mengungkapkan bahwa Alwin Basri, suami mantan Wali Kota Semarang Hevearita G Rahayu (Mbak Ita), meminta agar dialokasikan anggaran sebesar Rp20 miliar untuk pengadaan meja dan kursi sekolah dasar (SD).
Pengakuan ini disampaikan Bambang saat memberikan kesaksian dalam sidang kasus dugaan korupsi yang menjerat Mbak Ita dan Alwin, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Semarang, Kamis, 10 Juli 2025.
“Pak Alwin meminta agar dianggarkan Rp20 miliar pada Perubahan APBD 2023,” ujar Bambang di hadapan Majelis Hakim yang dipimpin Gatot Sarwadi.
Pertemuan di Rumah Pribadi, PT Deka Sari Perkasa Disebut
Menurut Bambang, permintaan itu disampaikan langsung oleh Alwin Basri dalam sebuah pertemuan di rumah pribadinya. Dalam pertemuan tersebut, Alwin juga menyebut nama PT Deka Sari Perkasa sebagai perusahaan yang akan mengerjakan proyek tersebut.
Permintaan tersebut kemudian dilaporkan Bambang kepada Wali Kota Hevearita, yang kemudian menyarankan agar usulan tersebut diproses sesuai aturan yang berlaku.
Awalnya, anggaran yang dialokasikan dalam perubahan APBD 2023 hanya sebesar Rp920 juta. Namun, anggaran itu melonjak drastis menjadi Rp20 miliar, dengan realisasi mencapai Rp18 miliar.
Bambang juga menyebut bahwa akibat penambahan anggaran pengadaan meja dan kursi SD tersebut, anggaran untuk rehabilitasi gedung sekolah sebesar Rp6 miliar akhirnya dibatalkan. Pergeseran itu, katanya, merupakan rekomendasi dari Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD).
“Pergeseran anggaran itu atas rekomendasi TAPD. Salah satu penyebabnya karena ada pengajuan meja dan kursi tersebut,” kata Bambang seperti dikutip Antara.
Proyek pengadaan akhirnya dikerjakan oleh PT Deka Sari Perkasa, sesuai dengan yang disebutkan oleh Alwin Basri sebelumnya.
Mbak Ita Bantah Pergeseran Anggaran Disengaja
Dalam persidangan, Hevearita G Rahayu membantah bahwa pengajuan pengadaan meja dan kursi SD menjadi penyebab batalnya proyek rehabilitasi sekolah. Menurutnya, anggaran rehabilitasi gagal direalisasikan karena proses lelang yang terlambat.
“Anggaran itu tidak dengan sengaja digeser. Rp6 miliar itu tidak terealisasi karena waktu lelang yang pendek,” bantah Mbak Ita.
(LINGKAR NETWORK – Harianmuria.com)