SEMARANG, Harianmuria.com – Potensi besar sektor garam di Jawa Tengah menarik minat investor asal Tiongkok untuk menanamkan modal. Dalam rencana investasi tersebut, para investor berencana mengembangkan tambak garam seluas 3.000 hektare di berbagai wilayah provinsi ini.
Minat tersebut diungkapkan oleh CEO PT Susanti Megah, Hermawan Santoso, saat melakukan audiensi dengan Gubernur Jawa Tengah Ahmad Luthfi di Kantor Gubernur, Kamis, 17 Juli 2025.
“Potensi garam Jawa Tengah sebenarnya cukup bagus. Pemerintah juga sudah menyatakan dukungan, dan Pak Luthfi siap memfasilitasi,” ujar Hermawan.
Menurutnya, investasi ini bertujuan untuk memperluas industri dan meningkatkan produksi garam nasional sebagai upaya mewujudkan swasembada garam. Indonesia masih bergantung pada impor garam, terutama untuk kebutuhan industri.
“Jawa Tengah memiliki potensi besar, bisa mengejar Madura dan Nusa Tenggara Barat yang saat ini menjadi sentra garam utama,” tambahnya.
Hermawan juga menekankan pentingnya kolaborasi antara pemerintah dan swasta, agar proyek ini berjalan efektif dan memberikan dampak ekonomi bagi masyarakat lokal.
Asisten Ekonomi dan Pembangunan Sekda Jateng, Sujarwanto Dwiatmoko, mengatakan bahwa perluasan sentra produksi garam sangat penting, mengingat pasokan dalam negeri masih belum mencukupi kebutuhan nasional.
“Kami dukung penuh perluasan dan pengembangan tambak garam. Intensifikasi dan ekstensifikasi perlu dilakukan untuk meningkatkan produktivitas,” katanya.
Produksi Tambak Garam Jateng Terbatas
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Tengah, Endi Faiz Effendi, memaparkan bahwa produksi garam rakyat di Jateng pada 2024 mencapai 536.612 ton. Produksi itu dihasilkan dari lahan tambak garam seluas 8.267 hektare, dengan 6.420 petani garam yang tersebar di sembilan kabupaten, yakni Brebes, Demak, Jepara, Pati, Rembang, Cilacap, Kebumen, Purworejo, dan Grobogan.
Namun demikian, sebagian besar produksi garam rakyat tersebut belum memenuhi standar kualitas industri. Kualitas garam masih tergantung pada teknologi sederhana dan kondisi cuaca.
Sementara itu, kebutuhan garam di Jawa Tengah pada 2024 mencapai 119.400 ton, terdiri dari 33.000 ton untuk konsumsi dan 86.400 ton untuk kebutuhan industri. Sayangnya, industri garam lokal belum mampu mencukupi kebutuhan tersebut.
Beberapa industri seperti PT Sarana Pembangunan Jawa Tengah (SPJT) hanya mampu memproduksi 25.000 ton per tahun. Sementara, Washingplant Koperasi Sari Makmur di Rembang maksimal memproduksi 7.500 ton, dan Koperasi Mutiara Laut Mandiri di Pati sekitar 6.000 ton. Sisanya masih harus didatangkan dari daerah lain.
“Untuk garam rakyat kualitasnya sekitar 95 persen NaCl, sedangkan kebutuhan industri memerlukan garam dengan kadar NaCl di atas 97 persen,” jelas Endi.
(LINGKAR NETWORK – Harianmuria.com)