JAKARTA, Harianmuria.com – Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin memastikan implementasi program Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) akan dimulai pada Juni 2025. Program tersebut merupakan pengganti sistem Kelas I, II, dan III BPJS Kesehatan.
“Rencananya Juni ini kita harapkan semua rumah sakit sudah melaksanakan implementasi KRIS,” kata Menkes Budi saat rapat kerja dengan Komisi IX DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (11/2/2025).
Menurutnya, tujuan utama KRIS adalah untuk menerapkan standar minimal layanan bagi masyarakat, sehingga pasien tidak akan lagi dibedakan berdasarkan kelasnya. “Jadi tujuan utamanya bukan dari sisi kelas, tapi layanan kesehatannya minimal sama dan standarnya dipenuhi,” ujar Budi.
KRIS BPJS Kesehatan adalah standar minimum pelayanan rawat inap yang diterima peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Melalui KRIS, standar rawat inap pasien di fasilitas kesehatan akan disederhanakan dengan pelayanan yang lebih bagus dibandingkan kelas 3 BPJS Kesehatan.
Budi mengungkapkan, jumlah rumah sakit yang akan menerapkan KRIS mencapai 3.113, yang terdiri dari rumah sakit swasta dan rumah sakit pemerintah. Sementara itu, 115 rumah sakit lainnya tidak masuk dalam kewajiban KRIS.
Hasil validasi dari 2.776 rumah sakit, baru ada 600 RS Pemerintah dan swasta yang memenuhi seluruh kriteria. Untuk Provinsi Jawa Tengah, sebnayak 269 dari total 356 rumah sakit sudah divalidasi oleh Dinas Kesehatan. Validasi akan dilakukan secara bertahap hingga 30 Juni 2025.
Dua belas kriteria yang wajib ada bagi tiap rumah sakit yang menerapkan KRIS antara lain adalah adanya kamar mandi yang dapat dilalui kursi roda, kelengkapan nurse call dan stop ontak, outlet oksigen di setiap tempat tidur, dan ketersediaan kamar mandi dalam ruangan. “Dari segi fasilitas, hal yang membedakan ruang perawatan KRIS dengan pasien BPJS Kesehatan, adalah masing-masing kamar pasien akan dilengkapi dengan kamar mandi dalam,” ungkapnya.
Mengenai tarif KRIS BPJS, Budi mengatakan saat ini belum ditentukan dan akan diumumkan kemudian. Tarif KRIS ini akan direvisi harga yang sama untuk semua kelas, sehingga membuat semua pihak merasakan manfaat.
“Tarifnya belum ditentukan, tapi seharusnya tidak ada perubahan, karena didesain dengan harga sama. Tapi kita akan merevisi tarifnya, supaya ini balance. Dokter rumah sakitnya happy, masyarakatnya juga happy yang diwakili oleh BPJS KRIS,” katanya.
Budi menegaskan, ia telah meminta Dinas Kesehatan (Dinkes) di semua provinsi untuk gencar melakukan validasi kesiapan rumah sakit di wilayah mereka dalam mengimplementasikan program KRIS. Jika itu tidak dilakukan, lanjutnya, pihaknya tidak akan segan untuk memberi sanksi anggaran.
“Saya minta dinkes-dinkes kalau mereka tidak pernah cek rumah sakitnya sudah jalanin atau enggak, nanti DAK (dana alokasi khusus)-nya kita bintangi juga,” tandas Budi.
Budi menambahkan, dalam program KRIS tidak ada sistem perujukan dari faskes tingkat I dan lain sebagainya, kamar inap kelas 1, 2, 3 maupun tipe Rumah Sakit kelas A, B, C atau D. Perujukan KRIS akan dibedakan berdasarkan tingkat keparahan penyakit.
(YUYUN HU – Harianmuria.com)