Harianmuria.com – Blitar, 14 Februari beberapa tahun silam pejuang Indonesia yang tergabung dalam batalion Pembela Tanah Air (PETA) wilayah Blitar yang dipimpin oleh Shodanco Soeprijadi melakukan aksi untuk melawan kekejaman pemerintah Jepang. Hal itu bermula ketika Shodanco Suprijadi cemas akan nasib Indonesia di bawah pendudukan pemerintah Jepang yang selalu ditindas dan dikeruk kekayaannya, bahkan pemerintah Jepang juga mengingkari janjinya sebagai pelindung Asia.
Selan itu, PETA yang merupakan organisasi militer di bawah kepemimpinan Jepang juga merasakan diskriminasi dengan diwajibkan memberi hormat kepada tentara Jepang yang bahkan pangkatnya lebih rendah dari mereka. Akhirnya Shodanco Suprijadi mengumpulkan pasukannya dan merencanakan pemberontakan. Meskipun awalnya mendapat penolakan dari Soekarno, Moh. Hatta, dan beberapa pemuda gerakan bawah tanah, Shodanco Suprijadi tetap kukuh dengan pendiriannya yakni melawan pemerintah Jepang dengan sasaran Markas Militer Jepang wilayah Blitar, yang berada di Hotel Sakura pada 14 Februari 1945 dini hari dengan menembakkan meriam. Karena ledakkan dari meriam muncul bentrok antara pasukan PETA dan pasukan Jepang wilayah Blitar. Namun sayang seribu sayang, pemberontakan ini berhasil digagalkan dan bahkan rencana pemberontakan diketahui oleh Jepang sebelum pemberontakan terjadi sehingga Jepang bisa melakukan antisipasi dan langsung mengumpulkan pasukan yang berada di Malang dan Kediri. Banyak dari anggota PETA berlarian dan ada yang menyerahkan diri. anggota PETA yang tertangkap oleh Jepang diberi hukuman penjara seumur hidup bahkan dihukum mati. Namun dari semua anggota PETA yang dimintai pertanggung jawaban pada 15 Februari 1945, pemimpin mereka, Shodanco Suprijadi tidak ditemukan keberadaannya.
Meskipun hari itu bangsa Indonesia gagal mengambil haknya, namun semangatnya tetap menjalar hingga kini, bahkan bagi penyandang disabilitas sekalipun. Dalam UU No. 8 tahun 2016 pasal 1, yang berbunyi Penyandang Disabilitas adalah setiap orang yang mengalami keterbatasan fisik, intelektual, mental, dan/atau sensorik dalam jangka waktu lama yang dalam berinteraksi dengan lingkungan dapat mengalami hambatan dan kesulitan untuk berpartisipasi secara penuh dan efektif dengan warga negara lainnya berdasarkan kesamaan fisik.
Ada beberapa jenis disabilitas yang umum ditemukan. Beberapa diantaranya, gangguan penglihatan, tuli atau sulit mendengar, kondisi kesehatan mental disabilitas intelektual, cedera otak setelah lahir, gangguan spektrum autisme, atau disabilitas fisik.
Di kesempatan kali ini kita akan sedikit membahas tentang salah satu jenis disabilitas, yakni Down Syndrome atau Sindrom Down. Down Syndrome adalah kelainan genetik yang paling umum terjadi, dan dapat menyebabkan masalah terkait kesehatan seperti gangguan jantung dan pencernaan. Anak yang mengalami gangguan ini tidak sedikit yang mengalami kecacatan seumur hidup dan bahkan harapan hidupnya lebih pendek.
Apa Penyebabnya?
Umumnya, sel pada tubuh manusia terdiri dari 23 pasang kromosom. Satu kromosom pada setiap pasangan berasal dari ayah dan lainnya dari ibu. Dan sel akan membelah yang menghasilkan tubuh memiliki 46 kromosom. Namun, bagi penderita down syndrome terjadi kegagalan pembelahan sel gamet pada proses Meiosis I ataupun Meiosis II, sehingga mengakibatkan terjadinya kelebihan kromosom 21 sel gamet yang nantinya akan menghasilkan salinan tiga kromosom 21 dan mengakibatkan bayi memiliki 47 kromosom. Menurut National Downs Syndrome Society, semakin tua usia ibu hamil, kemungkinan melahirkan bayi down syndrome juga semakin tinggi.
Tapi, apakah down syndrome bisa dicegah? Bagaimana caranya? Melansir dari laman klikdokter, di bawah ini adalah cara mencegah down syndrome yang bisa diterapkan.
Yang pertama, hamil di usia yang dianjurkan, baik usia Ibu maupun Ayah. Kedua, cukupi kebutuhan asam folat saat hamil, karena zat gizi ini terbukti efektif mencegah kelainan yang mungkin terjadi pada janin. Ketiga, lakukan pemeriksaan antenatal secara rutin dan teratur, pemeriksaan ini bertujuan untuk mendeteksi dan mencegah segala kelainan yang mungkin terjadi. Keempat, hindari paparan bahan-bahan berbahaya, hindari rokok dan alkohol karena dapat mempengaruhi kualitas sperma dan sel telur. Kelima, terapkan pola makan sehat. Keenam, olahraga rutin. Ketujuh, istirahat yang cukup. Dan yang terakhir, merencanakan kehamilan dengan penuh persiapan.
Karena dilahirkan sebagai anak yang istimewa, penyandang down syndrome memiliki IQ yang dianggap rendah yakni berkisar antara 50 – 70 ketika manusia yang lebih sehat memiliki IQ 85 – 115. Namun hal ini tidak membuat semangat yang dimiliki penyandang down syndrome menurun. Meski dengan segala keterbatasan yang dimiliki, penyandang down syndrome mampu memiliki prestasi yang bisa membuat semua orang berdecak kagum.
Stephanie Handojo atau yang kerap dipanggil Fani adalah salah satu penyandang down syndrome. Meskipun terlahir sebagai anak yang diberi karunia spesial dari tuhan, Fani memiliki segudang prestasi yang gemilang. Pada tahun 2009 di Semarang, tepatnya saat Fani berusia 18 tahun ia berhasil mencatat Rekor MURI Anak Berkebutuhan Khusus yang memainkan 22 lagu secara nonstop dengan piano. Di tahun berikutnya, yakni tahun 2010 Fani meraih prestasi renang di ajang Singapore National Games. Tak hanya itu pada tahun 2011, Stephanie berhasil menjadi atlet Indonesia pertama yang meraih medali emas di Special Olympics World Summer Games di Athena Yunani, untuk nomor 50 meter gaya dada. Puncaknya pada tahun 2012, Fani menjadi perwakilan Indonesia sebagai salah satu pemegang obor Olimpiade London di Nottingham. Pada tahun 2013 Fani kembali mendapatkan medali emas di ajang Special Olympics Asia Pacific 2013 di Australia.
Semangat juang yang telah berhasil ditorehkan oleh pejuang PETA dan Stephanie seharusnya membuat kita tersadar, bahwa setiap manusia memiliki keistimewaan dalam mencapai kesuksesannya masing-masing. Selamat hari peringatan pemberontakan PETA, kita harus percaya bahwa setiap kegagalan adalah langkah awal menuju kesuksesan.
Putri Sofiana, Siswi SMA Modern Al Rifa’ie Gondanglegi, Kabupaten Malang