Harianmuria.com – Buah parijoto, yang tumbuh subur di lereng Gunung Muria, kini tidak lagi hanya dikonsumsi secara langsung. Melalui tangan kreatif Triyanto, pendiri sekaligus pemilik brand lokal Alammu, buah mungil berwarna ungu ini kini hadir dalam beragam produk olahan kekinian yang menarik perhatian wisatawan maupun masyarakat luas.
Gerai Alammu berlokasi di Desa Colo, Kecamatan Dawe, Kabupaten Kudus, tepat di kawasan wisata religi Makam Sunan Muria, tempat di mana parijoto mudah ditemui. Namun, karena sifatnya yang mudah busuk, buah ini selama bertahun-tahun hanya dinikmati secara terbatas.
“Kalau dibeli dalam kondisi segar, parijoto hanya tahan beberapa hari. Karena itu, saya mulai berpikir bagaimana agar buah ini bisa dikonsumsi dalam jangka lebih lama, dan bernilai ekonomi lebih tinggi,” ujar Triyanto.
Sejak tahun 2015, Triyanto mulai mengembangkan produk olahan dari buah parijoto. Beberapa produk andalan Alammu antara lain sirup parijoto, teh kering, keripik, permen, hingga kombucha.
Inovasi ini tak hanya memperpanjang masa simpan buah, tetapi juga memperluas pasar. Produk-produk tersebut kini menjadi oleh-oleh khas Kudus yang menarik, dengan kemasan modern dan rasa yang diterima berbagai kalangan.
“Dulu parijoto cuma dimakan langsung atau dijadikan rujak. Sekarang bisa dinikmati sebagai sirup, teh, bahkan minuman fermentasi seperti kombucha,” katanya.
Proses inovasi tidak berjalan tanpa tantangan. Triyanto menyebutkan beberapa kendala seperti musim panen terbatas, cita rasa asam yang tidak semua orang suka, hingga umur simpan buah yang pendek.
Namun, berkat konsistensinya, dampak positif mulai terasa. Petani parijoto baru bermunculan, UMKM lokal mulai meniru inovasi serupa, dan masyarakat menjadi lebih mengenal manfaat buah khas Gunung Muria ini.
“Dalam dua tahun pertama, antusiasme mulai tumbuh. Petani dan pelaku UMKM lain ikut termotivasi. Ini jadi semacam gerakan ekonomi lokal berbasis kekayaan alam,” jelasnya.
Produk Alammu kini bisa dibeli secara daring melalui Instagram, Shopee, dan Facebook, atau langsung di gerainya di Desa Colo. Harga produk bervariasi, mulai dari Rp25.000 hingga Rp150.000, tergantung jenis dan ukuran.
“Ini bukan sekadar usaha. Ini bentuk ikhtiar saya untuk menjaga dan mengenalkan warisan Muria kepada generasi sekarang. Saya ingin parijoto dikenal luas, bukan hanya dari mitosnya, tapi juga dari manfaat dan kualitas olahannya,” pungkas Triyanto.
(NISA HAFIZHOTUS SYARIFA – Harianmuria.com)