SEMARANG, Harianmuria.com – Wali Kota Semarang, Agustina Wilujeng Pramestuti, menerima permintaan maaf dari Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Diponegoro (Undip) dan Universitas Negeri Semarang (Unnes), atas kerusuhan yang terjadi saat peringatan Hari Buruh Internasional (May Day) pada 1 Mei 2025 lalu.
Permintaan maaf tersebut disampaikan secara langsung oleh perwakilan BEM dalam audiensi yang digelar di Ruang Rapat Wali Kota Semarang, Selasa, 8 Juli 2025. Mereka mengakui adanya kerugian yang dialami Pemerintah Kota (Pemkot) Semarang akibat aksi yang berujung ricuh tersebut.
Agustina mengapresiasi iktikad baik para mahasiswa. Namun ia menegaskan bahwa kerusakan fasilitas umum akibat aksi tersebut merupakan kerugian nyata bagi masyarakat Kota Semarang.
“Permintaan maaf diterima, tapi perlu diingat bahwa kerusakan fasilitas umum itu dibangun dari uang rakyat, dari pajak daerah. Itu hak masyarakat yang seharusnya dinikmati, tapi justru dirusak,” ujar Agustina.
Ia berharap insiden serupa tidak terulang dan menjadi pelajaran penting bagi mahasiswa dalam menyampaikan aspirasi. Agustina juga menekankan pentingnya menjaga etika dan hukum dalam aksi massa.
“Jangan sampai kejadian ini menurun ke mahasiswa baru. Jadikan ini studi kasus agar ke depan lebih bijak dalam menyuarakan pendapat,” imbuhnya.
Sebelumnya, lima mahasiswa telah ditetapkan sebagai tersangka dan dikenai tahanan kota terkait kerusuhan tersebut. Agustina berharap proses hukum dapat segera rampung, agar para mahasiswa bisa melanjutkan pendidikan.
“Semoga kasus cepat selesai, agar mereka bisa kembali kuliah dan menjadi orang sukses ke depannya,” tuturnya.
Sementara itu, Ketua BEM Undip Aufa Atha Ariq menyampaikan bahwa permintaan maaf ini merupakan bagian dari upaya menempuh jalur restorative justice untuk lima mahasiswa yang terlibat.
“Alhamdulillah, permintaan maaf kami diterima dengan baik oleh Ibu Wali Kota. Ini jadi pelajaran penting bagi gerakan mahasiswa ke depan,” ujarnya.
Ia menegaskan bahwa ke depan, BEM akan melakukan evaluasi menyeluruh terkait teknis dan etika penyampaian aspirasi di ruang publik. “Kebebasan berekspresi itu sah, tapi harus tetap memperhatikan etika dan aturan yang berlaku,” tandasnya.
(SYAHRIL MUADZ – Harianmuria.com)