PATI, Harianmuria.com – Kondisi hutan mangrove di pesisir Kabupaten Pati makin memprihatinkan. Di Desa Tunggulsari, Kecamatan Tayu, tercatat 3 hektare mangrove hilang akibat terkikis abrasi pantai yang masif. Kondisi ini memperparah kerentanan wilayah terhadap banjir rob.
Pengelola Ekosistem Laut dan Perikanan Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kabupaten Pati, Triana Shinta Dewi, mengungkapkan bahwa luasan eksisting hutan mangrove di Pati saat ini sekitar 300 hektare, membentang dari Kecamatan Batangan hingga Dukuhseti.
“Berdasarkan hasil pemetaan beberapa tahun lalu, sekitar 7 hektare hutan mangrove sudah hilang. Baik karena abrasi alami maupun aktivitas ilegal manusia,” ungkap Triana pada Selasa, 3 Juni 2025.
Triana menambahkan, pihaknya baru saja menerima laporan adanya penebangan pohon mangrove secara ilegal di Desa Jepat Kidul. Aktivitas ini diduga menjadi pemicu terjadinya banjir rob yang melanda Desa Tunggulsari dan wilayah sekitarnya sejak Jumat, 23 Mei 2025.
Baca juga: Banjir Rob di Tunggulsari Pati Diprediksi Berlanjut hingga Juli 2025, Kerugian Miliaran Rupiah
Baca juga: Waspada! Banjir Rob Ancam 7 Kecamatan Pesisir di Pati
Selama ini, DKP Pati terus berupaya mengedukasi masyarakat agar tidak melakukan penebangan pohon sembarangan. DKP juga rutin melakukan penanaman mangrove di bibir pantai dengan menggandeng berbagai perusahaan swasta, seperti Garuda, Misaja Mitra, dan Oisca.
“Kami rutin melakukan pembinaan dan penanaman bersama pihak swasta. Namun tetap saja, kalau masyarakat tidak sadar, kerusakan terus terjadi,” ungkapnya.
Baca juga: Pegiat Lingkungan Pati Desak Pemerintah Selamatkan Hutan Mangrove dari Rob Parah
Triana juga menjelaskan, untuk mengatasi abrasi dibutuhkan pemasangan Hydraulic Engineering Structure (HE) atau alat pemecah ombak guna menangkap sedimen dan menciptakan tanah timbul yang bisa ditanami kembali dengan mangrove.
Namun, pemasangan alat ini berada di bawah wewenang Cabang Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Tengah Wilayah Timur, bukan kabupaten. “HE berfungsi menangkap sedimen agar mangrove bisa ditanam di lahan timbul. Tapi kewenangan bukan di kami,” terangnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Pati, Tulus Budiharjo, menuturkan bahwa kerusakan hutan mangrove di pesisir Pati juga disebabkan oleh kondisi ombak besar yang sering disebut masyarakat sebagai ‘ombak gerung’.
“Kerusakan terutama terjadi pada mangrove yang masih kecil. Yang besar sebagian masih mampu bertahan. Tapi jika tidak dijaga, semuanya bisa habis,” katanya.
(SETYO NUGROHO – Harianmuria.com)