PATI, Harianmuria.com – Kasat Reskrim Polresta Pati Kompol M Alfan Armin menyampaikan bahwa pihaknya sampai saat ini masih melakukan penyelidikan terkait laporan yang dilayangkan Gerakan Masyarakat Antipungli (Germap) tentang dugaan penyalahgunaan wewenang oleh tiga pejabat di Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Pati.
“Untuk pengaduan dari LSM tersebut saat ini sedang dalam penyelidikan,” ucapnya saat dihubungi melalui pesan singkat di Pati, Jawa Tengah, Kamis 22 Agustus 2024.
Sebelumnya, Gerakan Masyarakat Antipungli (Germap) meminta bantuan kepada Satreskrim Polresta Pati sebagai Aparat Penegak Hukum (APH) untuk mengaudit data potensi penerimaan pajak daerah dari sektor karaoke sejak tahun 2014-2024 di Kantor Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kabupaten Pati karena diduga telah terjadi dugaan kerugian pajak daerah.
Didampingi sejumlah anggotanya, Ketua Germap Cahaya Basuki atau yang akrab disapa Yayak Gundul ditemui Kanit II Satreskrim Polresta Pati.
“Audiensi ini bukan karena kita komplain, tapi karena kita dekat dengan Polresta. Di sini kami membahas dugaan penyalahgunaan wewenang oknum pejabat di Pemkab Pati yang mengakibatkan kerugian pendapatan daerah dari sektor pajak karaoke,” ujarnya, Rabu (21/8).
Menurutnya, pihak kepolisian sudah bekerja sesuai dengan tugasnya dengan memanggil terlapor. Kendati demikian, dirinya menilai dengan adanya temuan bahan baru yang mengarah pada kemungkinan terjadinya kerugian pendapatan daerah dari sektor pajak karaoke, maka hal ini patut untuk digali lebih dalam lagi.
“Setahu saya pajak karaoke itu punya masa kedaluwarsa yaitu selama lima tahun. Sementara itu, menurut pengakuan dari pegawai BPKAD Kabupaten Pati menyatakan kalau pajak daerah karaoke di luar fasilitas hotel tidak ditarik sejak dari tahun 2014 hingga sekarang tahun 2024, meskipun pengusahanya bersedia membayar. Ini berarti ada kesengajaan dan terdapat potensi pendapatan pajak karaoke yang telah kedaluwarsa karena lebih dari lima tahun. Artinya apa? Yaitu Pemkab Pati mengalami kerugian karena pendapatan pajak karaoke yang mestinya bisa masuk dalam pendapatan daerah karena kedaluwarsa menyebabkan hangus dan tidak bisa ditarik lagi. Ini adalah pemahaman saya, kalau salah mohon maaf dan BPKAD bisa meluruskan,” jelasnya panjang lebar.
Audit Potensi Penerimaan Pajak Sektor Karaoke di Pati, Germap Minta Bantuan APH
Dalam pertemuan tersebut, Yayak meminta bantuan Polresta Pati untuk membuka data informasi potensi penerimaan pajak karaoke sejak tahun 2014-2024. Sebab, menurut Diskominfo Pati data tersebut merupakan informasi yang dikecualikan sehingga pihaknya sebagai warga biasa tidak bisa mengakses.
Padahal, menurut Yayak, data tersebut sangat penting untuk dijadikan alat bukti laporannya terhadap tiga pejabat di Pemkab Pati. Mengingat, terhitung sejak tahun 2014 hingga 2024, pajak dari usaha karaoke tidak ditarik oleh Pemkab Pati melalui BPKAD.
“Kami ingin tahu kepastian hukumnya seperti apa. Karena ini informasi penting bagi kami agar masyarakat tidak salah paham. Kemarin saya audiensi di BPKAD dan Diskominfo salinannya tidak dikasih, alasannya itu adalah informasi yang dikecualikan. Yang bisa membuka itu kepolisian, karena kami masyarakat tidak bisa. Jadi kita meminta tolong polisi agar mengarah kedua dinas tersebut,” tuturnya.
Yayak menyampaikan bahwa keberadaan tempat karaoke yang tidak ditarik pajak ini sangat merugikan Pemkab Pati karena tidak menyumbang Pendapatan Asli Daerah (PAD). Padahal, usaha karaoke merupakan salah satu usaha hiburan yang wajib ditarik pajak. Pajaknya pun tak tanggung-tanggung, hingga 40 persen.
Jumlah yang disetorkan pun luar biasa besar. Dari data yang dihimpun dari BPKAD Pati, penerimaan pajak daerah dari usaha karaoke pada Juli 2024 mencapai Rp 123.726.086 dari target sebesar Rp 36 juta. Itu pun hanya berasal dari 6 tempat karaoke fasilitas hotel di Kabupaten Pati, yaitu: Hotel 21, 99, MJ, New Merdeka, Safin, dan One hotel. Kesemuanya merupakan karaoke yang menginduk dengan hotel.
Sementara, usaha karaoke yang lain, yang tidak menginduk dengan hotel dianggap melanggar Perda Nomor 8 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Kepariwisataan, sehingga tidak ditarik pajak daerah sejak 2014. Padahal masih beroperasi hingga sekarang dan tentu menghasilkan omzet yang luar biasa.
Oleh karena itu, Germap menuntut ketegasan dari APH untuk membongkar dugaan kerugian pajak daerah karaoke sejak 2014-2024. (Lingkar Network | Setyo/Arif – Harianmuria.com)