SEMARANG, Harianmuria.com – Direktorat Kriminal Umum (Dirkrimum) Polda Jawa Tengah (Jateng) bersama Bidang Kedokteran dan Kesehatan (Biddokes) bekerja sama dengan Persatuan Dokter Forensik Indonesia (PDFI) melaksanakan ekshumasi jenazah Darso (43) warga Kelurahan Purwosari, Kecamatan Mijen, Kota Semarang, Jawa Tengah.
Kegiatan yang melibatkan akademisi dari Universitas Muhammadiyah Semarang (Unimus) dan Universitas Islam Sultan Agung (Unissula) ini bertujuan untuk mendukung investigasi kriminal ilmiah guna mengungkap penyebab kematian warga Semarang, korban dugaan penganiyaan yang dilakukan oleh oknum kepolisian Polresta Yogyakarta.
Kabid Humas Polda Jateng Kombes Pol Artanto menjelaskan bahwa proses ini merupakan bagian dari penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan penyidik.
“Langkah ini kami harapkan dapat memberikan jawaban apakah benar ada tindak pidana yang terjadi. Pemeriksaan jenazah telah selesai dilakukan, namun hasilnya belum bisa kami sampaikan hari ini karena masih ada sampel organ tubuh yang sedang diteliti oleh tim dokter forensik,” ujar Kombes Pol. Artanto, Senin (13/1/2025).
Ia menambahkan bahwa transparansi akan dijaga dan hasil penelitian akan diumumkan setelah seluruh proses selesai. Sampel organ tubuh korban saat ini telah dibawa ke laboratorium untuk analisis lebih lanjut.
Menanggapi kondisi jenazah yang sudah lebih dari tiga bulan, ia menyatakan bahwa kondisi tersebut memang memengaruhi proses pemeriksaan. Namun, ia optimistis karena tim dokter forensik memiliki keahlian untuk mendapatkan jawaban.
Sementara itu, Dirkrimum Polda Jateng, Kombes Pol. Dwi Subagyo mengatakan bahwa pihaknya telah memeriksa 10 saksi terkait kasus ini.
“Hari ini Senin (13/1/2025) ada tambahan tiga saksi yang diperiksa. Proses ini masih dalam tahap penyelidikan dan kami belum bisa menyimpulkan apakah ada unsur pidananya,” jelasnya.
Ia juga menegaskan bahwa hasil dari ekshumasi ini akan menjadi bukti pendukung penting untuk menentukan ada atau tidaknya kasus pidana.
Dalam penyelidikan ini, Polda Jateng juga telah berkoordinasi dengan keluarga korban, masyarakat di sekitar lokasi kejadian, serta rumah sakit terkait. Ketika ditanya mengenai peran Polres Jogja dalam kasus ini, Kombes Pol. Dwi Subagyo menyatakan pihaknya masih fokus menentukan ada tidaknya unsur pidana sebelum melibatkan pihak lain.
Terkait alasan pencarian seseorang bernama Darsono hingga ke wilayah ini, Kombes Pol. Dwi Subagyo menyebut bahwa hal tersebut menjadi kewenangan Polda DIY untuk memberikan penjelasan lebih lanjut.
Polda Jateng berkomitmen menyelesaikan proses ini secara profesional dan transparan demi menjawab semua pertanyaan terkait penyebab kematian korban.
Diketahui bahwa Darso pada September 2024 lalu, diduga dianiaya hingga tewas oleh oknum Satlantas Polresta Yogyakarta.
Istri korban, Poniyem menjelaskan kronologi kematian Darso. Kejadian bermula saat korban yang bekerja sebagai sopir sedang mengendarai mobil yang disewa dari Yogyakarta menuju Semarang. Di tengah perjalanan, mobil yang dikendarai Darso menabrak salah satu pengguna jalan di wilayah Yogyakarta pada Juli 2024 lalu.
Namun darso segera menunjukan etika baiknya dengan membawa orang yang ditabrak ke rumah sakit terdekat. Karena tidak membawa uang, Darso kemudian meninggalkan KTP di rumah sakit tersebut dan bergegas melanjutkan perjalanannya ke Semarang dengan niatan mencari uang.
Lantaran merasa ketakutan terkait biaya perawatan dan mobil rental yang rusak, Darso langsung inisiatif untuk mencari uang di Jakarta. Kurang lebih dua bulan di Jakarta, namun tidak membuahkan hasil lantas memutuskan untuk balik ke Semarang lagi.
Selepas pulang dari Jakarta, Darso tiba-tiba didatangi oleh enam orang yang diduga merupakan anggota Satlantas Polresta Yogyakarta pada September 2024. Mereka awalnya menanyai istri korban sebelum menggelandang Darso masuk ke dalam mobil.
Sekitar dua jam setelah kejadian, tepatnya pukul 08.00 WIB, tiga orang yang sebelumnya ikut menjemput korban kembali mendatangi rumah Darso bersama Ketua RT setempat. Mereka datang untuk memberi kabar kepada istri korban bahwa suaminya kini sedang dirawat Di Rumah Sakit Permata Medika, Ngaliyan, Semarang.
Mendengar kabar tersebut, istri korban pun kaget kemudian langsung bergegas menuju ke rumah sakit di mana suaminya dirawat.
Sebelum meninggal dunia, korban sempat bercertita kepada adik dan istrinya bahwa ia dipaksa keluar dari rumah dan dikeroyok oleh sejumlah orang yang diduga oknum polisi dari Yogyakarta.
Akibat pukulan tersebut, korban merasa sakit di dada dan perut. Sementara wajahnya dipenuhi luka lebam yang terlihat jelas.
Menurut kuasa hukum korban, Darso dirawat di rumah sakit selama enam hari, kemudian melanjutkan pemulihan di rumah selama dua hari.
“Namun keesokan harinya korban menghembuskan nafas terakhir. Setelah kejadian tersebut, terduga pelaku memang sempat datang ke Semarang dengan niat untuk meminta maaf. Bukannya mengunjungi rumah duka, mereka justru menuju rumah pemilik mobil rental di Cangkiran,” ucapnya.
Sebelum masalah ini dikuasakan oleh Antoni Yudha Timor, sempat ada pihak yang mencoba mediasi dengan keluarga korban dan pelaku awalnya menawarkan uang tali asih sebesar Rp 5 juta. Namun tawaran itu ditolak oleh keluarga korban.
Beberapa waktu kemudian, mereka kembali dengan tawaran uang sebesar Rp 25 juta namun ditolak istri korban.
Dugaan kuat para terduga pelaku merupakan anggota Satlantas Polresta Yogyakarta. Dugaan itu mencuat usai kuasa hukum korban mempelajari foto-foto yang ada, diketahui saat para pelaku datang ke Semarang mengenakan seragam polisi.
Poniyem hanya meminta pihak yang berwenang untuk bersikap seadil-adilnya dalam menangani kasus penganiyaan yang menimpa sang suami hingga meninggal. (RIZKY S – Harianmuria.com)