JAKARTA, Harianmuria.com – Anggota Komisi VIII DPR RI Askweni menilai pemangkasan durasi haji selama 10 hari atau dari 41 hari menjadi 31 hari, diyakini dapat menjadi satu di antara upaya menurunkan biaya haji 2025. Pemangkasan durasi haji, tegasnya, merupakan perubahan fundamental dengan cara memperhatikan aspek secara efisien dan efektif.
“Kalau memungkinkan dari sistem Pemerintahan di Saudi Arabia dan tidak menyebabkan cacat dalam pelaksana haji 2025. Misalnya saya titip kita pangkas waktu durasi kita tinggal di Saudi Arabia, baik di Makkah maupun kalau tidak bisa di Madinah,” ujarnya dalam keterangannyadi Jakarta, Minggu (5/1/2025).
Wakil rakyat dari Dapil Sumatera Selatan II ini menilai dengan adanya pemangkasan durasi haji ini berdampak signifikan, khususnya terhadap pendamping haji daerah dan pendamping haji dari pusat.
“Kita mulai 2025 ini dengan pangkas waktu perjalanan hajinya. Sehingga, (biaya) untuk hotelnya, untuk konsumsinya, dan sebagainya itu operasional-operasional lain itu bisa diturunkan dari tahun kita sebelumnya, karena mengingat kondisi ekonomi kita dan sebagainya,” ungkap Politisi Fraksi PKS ini.
“Kalau memungkinkan kita membuat satu terobosan tahun 2025 ini sebagai hadiah dari bapak Presiden untuk rakyat Indonesia yang berangkat haji tahun 2025 ini. Sehingga citra bapak Presiden semakin baik, Pak Presiden Prabowo bisa membuat terobosan-terobosan bukan hanya dalam satu dua bidang, bukan hanya pangan, bahkan berangkat haji pun bisa lebih murah lagi,” ujar Askweni.
Hal ini senada dengan usulan dari Anggota Komisi VIII DPR RI An’im Falachuddin. Ia mengatakan masih ada celah agar biaya penyelenggaraan ibadah haji (BPIH) bisa turun. Salah satunya dengan mencoret deretan pengeluaran yang tidak efisien.
Gus An’im, sapaan akrabnya, mengatakan ada beberapa pembiayaan yang bisa ditekankan untuk menekan pengeluaran biaya haji. Misalnya, biaya penerbangan yang menurutnya bisa ditekankan semaksimal mungkin agar lebih murah tanpa mengurangi kualitas pesawat yang akan digunakan untuk mengakomodir jamaah haji ke tanah suci.
“Saya kira harus dibicarakan lebih lanjut agar biaya penerbangan dan akomodasi lebih murah untuk langkah-langkah selanjutnya,” ujarnya.
Selain pos biaya penerbangan, kata Gus An’im, pengeluaran katering juga bisa dilakukan efisiensi tanpa mengurangi kualitas. Paling pokok, tegasnya, katering jamaah harus memenuhi kecukupan gizi dan kebersihan, serta bisa dikonsumsi oleh jamaah haji lanjut usia (lansia) yang memiliki kebutuhan tertentu.
“Katering juga bisa ditekan lagi harganya, tapi tidak mengurangi kualitas,” kata Politisi Fraksi PKB ini.
Gus An’im sepakat jika pembiayaan yang dikeluarkan jamaah haji 60 persen, sedangkan pembiayaan dari nilai manfaatnya 40 persen.
“Kalau bisa 50:50 untuk biaya yang dikeluarkan jamaah haji dan pengeluaran dari nilai manfaat,” katanya.
Ia mengatakan Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) harus bisa melakukan terobosan terkait pembiayaan haji sehingga dalam jangka panjang biaya haji agar tidak semakin membebani jamaah haji Indonesia.
“BPKH dipisah dari Kemenag untuk bisa berikan investasi tapi malah belum terlihat hasilnya,” kata Gus An’im.
Biaya yang juga bisa ditekankan adalah meminimalisir pelaksanaan manasik oleh Kemenag kepada jamaah haji. Hal ini karena Kelompok Bimbingan Ibadah Haji dan Umrah (KBIHU) kerap melakukan manasik haji bahkan tidak hanya jelang keberangkatan, tapi rutin dilakukan beberapa bulan sebelumnya.
Sebaiknya, manasik haji yang dilakukan oleh Kemenag, diberikan juga kepada jamaah haji cadangan yang kerap kali tidak sempat mengikuti pelaksanaan manasik haji karena pemberitahuan keberangkatan yang mendadak. “Setidaknya pas ada panggilan haji, walaupun cadangan, tetap dilakukan pemberikan kegiatan manasik,” katanya. (Lingkar Network – Harianmuria.com)