JAKARTA, Harianmuria.com – Besaran tunjangan untuk guru besar Perguruan Tinggi Negeri (PTN) membuat miris anggota Komisi X DPR RI dari Dapil Jawa Tengah (Jateng) IV Juliyatmono. Nominal tunjangan itu bahkan hanya 60 persen dari Upah Minimum Provinsi (UMP) Jateng 2025 sebesar Rp2.169.349.
Nominal tunjangan guru besar Rp1,35 juta tersebut diungkapkan oleh Ketua Majelis Rektor Perguruan Tinggi Negeri Indonesia (MRPTNI) Prof Dr Ir Eduart Wolok ST MT, yang juga Rektor Universitas Negeri Gorontalo (UNG).
“Saya pernah diprotes dosen yang dikukuhkan jadi oleh guru besar Profesor. Saat dibacakan SK, tertulis diberikan tunjangan fungsional sebesar Rp1.350.000,” papar Eduart dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Komisi X DPR RI di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (27/2/2025).
RDPU juga dihadiri perwakilan berbagai PTN, antara lain Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Universitas Sumatera Utara (USU), Universitas Negeri Surabaya (Unesa), Institut Teknologi Sepuluh November (ITS), dan lainnya.
Eduart mengisahkan, guru besar tersebut kecewa karena udah berekspektasi bahwa tunjangannya akan lebih besar dibandingkan saat masih menjadi dosen. Bahkan, semua hadirin dalam acara pengukuhan itu pun terkaget-kaget.
Melihat respons tersebut, Eduart untuk selanjutnya mengubah tulisan SK dengan menyembunyikan nominal tunjangan. “Setiap acara pengukuhan saat SK dibacakan, saya suruh ubah nomenklatur itu. ‘Kepadanya diberikan tunjangan sesuai peraturan perundang-undangan’, ” ucapnya.
Eduart menilai nominal tunjangan itu tidak sepadan dengan persyaratan berat dan jejang pengalaman yang harus ditempuh untuk menjadi guru besar, jabatan fungsional tertinggi bagi dosen.
Eduart juga merinci nominal tunjangan per-jabatan, yaitu untuk asisten ahli Rp350.000, lektor Rp700.000, lektor kepala Rp900.000.
“Dari lektor ke lektor kepala itu dibutuhkan publikasi. Terkadang, untuk publikasi saja butuh 10 tahun untuk memenuhi persyaratan tadi. Tapi nyatanya jumlah selisih tunjangan lektor ke lektor kepala cuma Rp 200.000. Sangat tidak sepadan,” tandasnya.
Menanggapi pemaparan dari Eduart, anggota DPR RI Komisi X pun menilai nominal tunjangan fungsional guru besar PTN tidak layak. Juliyatmono menyebut nasib para doktor, profesor, dan guru besar saat ini miris, sangat menyedihkan.
“Masyarakat luas kalau mendengar kata rektor, profesor, doktor itu sudah luar biasa, orang top lah di negeri ini. Sangat dihormati dan disegani. Tapi kalau dilihat situasi saat ini, sangat menyedihkan, memprihatinkan,” ungkap anggota Fraksi Golkar tersebut.
Juliyatmono pun meminta Pemerintah dan DPR RI mempejuangkan kesejahteran para rektor, doktor dan guru besar. “Ini harus terus diperjuangkan. Ini yang dari PTN susahnya begini, apalagi swasta,” tegasnya.
Juliyatmono kemudian menyinggung banyaknya dosen yang memiliki pekerjaan sampingan demi bisa menghidupi keluarga.
“Sudah tunjangan enggak bisa besar, administrasinya luar biasa banyak. Tidak senang mereka untuk berlomba-lomba naik pangkat, ngapain tidak sebanding. Akhirnya banyak mencari alternatif untuk kesejahteraan,” tuturnya.
(YUYUN HU – Harianmuria.com)