JAKARTA, Harianmuria.com – Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengkritisi skema pengembalian dana haji bagi jemaah yang gagal berangkat. Menurut Ketua MUI Bidang Fatwa Prof KH Asrorun Ni’am Sholeh, skema saat ini tidak adil.
Hal itu diungkapkan Prof Ni’am dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Komisi VIII DPR-RI, yang membahas Revisi Undang-Undang (UU) No 34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji.
“Pasal 14 UU Pengelolaan Keuangan Haji itu mengatur jika ada jemaah batal berangkat karena meninggal, membatalkan, dibatalkan karena alasan syar’i, dana setoran dikembalikan,” ujarnya, seperti dikutip laman MUI, Senin (17/3/2025).
Guru Besar Ilmu Fikih UIN Jakarta ini menerangkan, dalam pasal itu disebutkan bahwa jemaah haji yang gagal berangkat tersebut dananya akan dikembalikan sebesar saldo setoran.
“Artinya berapapun (nilai manfaatnya) baliknya cuma Rp25 juta seperti saldo setoran. Ini berarti belum sejalan dengan semangat bahwa nilai manfaat yang sudah dia peroleh ini harusnya juga dikembalikan,” tegasnya.
Kiai Ni’am menekankan, apabila tidak berangkat haji karena alasan yang sah, jemaah tersebut seharusnya memperoleh hak pengembalian dana dari saldo pada saat daftar, ditambah dengan nilai manfaat yang diperoleh selama masa tunggu haji atau investasi tersebut.
Ia menegaskan, nilai manfaat tersebut merupakan milik calon jemaah haji secara personal sehingga harus dikembalikan kepada pemiliknya.
“Dan pemiliknya itu diketahui secara definitif by name by address melalui virtual account-nya. Kemudian untuk ‘subsidi’ perlu diganti karena itu uang jemaah ke jemaah,” tandas Pengasuh Pondok Pesantren An-Nahdlah, Depok, Jawa Barat itu.
Menurutnya, penyubsidian dari calon jemaah haji kepada jemaah haji lain yang akan berangkat tanpa hak dan secara syar’i bermasalah.
“Secara syar’i ini bermasalah. Secara operasional berpotensi menimbulkan problem keuangan dalam jangka panjang dan mengancam keberlanjutan pengelolaan dana haji,” tuturnya.
Kiai Ni’am menambahkan, revisi undang-undang pengelolaan keuangan haji merupakan momentum untuk memperbaiki tata kelola haji yang lebih baik.
(SUBEKAN – Harianmuria.com)