BLORA, Harianmuria.com – Program Ketahanan Pangan melalui peternakan sapi yang dibiayai Dana Desa (DD) tahun 2022 di Desa Gadon, Kecamatan Cepu, Blora, menuai sorotan. Polemik pengelolaan program ini semakin menjadi perhatian publik setelah keterangan yang diberikan Kepala Desa Gadon, Akub, dinilai membingungkan.
Dalam laporan aset desa, tercatat pembelian delapan ekor sapi dengan rincian harga yang bervariasi. Sebanyak tiga ekor sapi dibeli dengan harga Rp 19 juta per ekor, dua ekor seharga Rp 18 juta per ekor, dan tiga ekor lainnya seharga Rp 16 juta per ekor. Namun, keterangan ini berbeda dengan pengakuan Julimin, seorang penjual sapi, yang menyebut rata-rata harga sapi hanya Rp 15,5 juta per ekor.
“Semua sapi dibeli lewat saya, dan rata-rata harganya Rp 15,5 juta per ekor,” ujar Julimin, Selasa, 19 November 2024.
Akub mengakui pembelian sapi dilakukan secara bertahap dengan harga yang berbeda-beda. Namun, ketika diminta menunjukkan laporan keuangan program, ia tidak dapat memberikan bukti.
“Laporannya tidak ada. Yang penting, orang yang mengurus sapi itu dapat upah,” ucap Akub.
Ia juga menyampaikan rencana untuk memusatkan pengelolaan sapi di kandang induk, meskipun belum ada waktu pasti terkait pelaksanaan rencana tersebut.
Sementara itu, Sekretaris Desa Gadon, Subiyanto, mengungkapkan bahwa pada 2023 Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (PMD) Blora sempat menyarankan agar pengelolaan program ini diserahkan kepada BUMDes.
“Iya, PMD menyarankan agar program ini dikelola BUMDes, tapi belum terealisasi,” kata Subiyanto.
Sukeri, salah satu warga yang dipercaya mengurus sapi, mengaku baru mendapatkan sapi jantan jenis Brahman lima hari lalu dengan harga Rp 15,5 juta. Sebelumnya, ia pernah mengurus sapi betina selama satu tahun. Tetapi karena tidak produktif, sapi tersebut dijual kembali.
“Kemarin saya sempat mengurus sapi betina, tapi tidak kunjung bunting, jadi dijual. Ini baru dibelikan lagi sapi jantan,” jelas Sukeri.
Ketidakjelasan pengelolaan dan laporan keuangan program ini menimbulkan tanda tanya besar di kalangan masyarakat. Hingga saat ini, belum ada langkah konkret untuk menyelesaikan polemik yang terjadi. (Lingkar Network | Hanafi – Harianmuria.com)