SEMARANG, Harianmuria.com – Sidang perkara dugaan pemalsuan akta rapat umum pemegang saham luar biasa (RUPS LB) PT Mutiara Arteri Property (MAP) kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Semarang. Notaris Demak, Yustiana Servanda SH MKn menyatakan saksi Ade Teguh Chandra seharusnya yang dipersalahkan lebih dahulu berdasarkan surat kuasa lisan yang dituliskan dalam minuta akta.
Yustiana secara tegas membantah telah mencatut nama pelapor, Michael Setiawan dalam akta RUPS LB PT MAP. Hal itu disampaikannya usai sidang di PN Semarang, Senin (17/2/2025).
Atas terbitnya akta itu Michael Setiawan menjadi pemilik 50 persen saham berdasarkan putusan RUPS LB yang diambil secara bulat oleh pemilik 100 persen saham yang hadir. Pemilik saham itu Setiawan, ayah Michael, yang merupakan pemilik 1.499 lembar saham (99,97 persen), serta Siswa Sanjaya Chandra pemilik 1 lembar saham (0,03 persen).
“Sehingga kalau Michael merasa namanya dicatut, seharusnya Michael melaporkan dan memproses Ade yang mengaku-aku sebagai penerima kuasa lisan dari Michael saat tanda tangan di hadapan saya,” kata Yustiana, menanggapi proses kesaksian Michael di persidangan beragendakan keterangan saksi pelapor.
Pihaknya juga mempertanyakan buat apa mencatut nama Michael, sementara dirinya sendiri tidak mengenalnya dan tidak pernah bertemu dengan pelapor sebelum sidang tersebut. Selain itu, sebagai notaris ia tidak diuntungkan atas terbitnya akta itu. Apalagi pelapor juga bukan penghadap dan tidak turut membuat akta nomor 13 serta tidak turut tanda tangan minuta akta tersebut.
“Sampai sekarang akta yang dituduhkan palsu itu masih sah terdaftar di Ditjen AHU Kemenkum RI, dan tidak ada satu pun putusan pengadilan yang menyatakan, bahwa akta saya palsu. Dengan demikian persidangan saat ini sesat, kriminalisasi saya, karena tanpa barang bukti, tetapi memaksakan diri memproses saya yang sudah bekerja jujur sebagaimana protokol notaris,” tandasnya.
Menurutnya, akta yang dituduhkan palsu sudah ditandatangani semua penghadap, sedangkan jaksa juga tidak punya bukti minuta akta yang dituduh palsu. Hal itu karena, minuta tersebut sampai saat ini tersimpan aman sebagai arsip negara di protokol aktanya. Ditegaskannya, proses hukum dirinya sebagai notaris merupakan bentuk kriminalisasi notaris yang bertujuan upaya menekan supaya dirinya mengakui palsu.
“Usia akta sudah hampir lima tahun, sedangkan yang membuat dan tanda tangan akta tidak menuduh palsu. Hanya pelapor yang menuduh akta palsu, bukan pembuat akta,” ungkap Yustiana, yang selama proses sidang didampingi kuasa hukumnya, Evarisan dan Zaenal Arifin.
Sementara itu, dalam persidangan keterangan saksi pelapor, Michael Setiawan, mengaku bahwa ia memang sempat membaca isi akta nomor 13. Seingatnya isi akta itu sebagaimana yang dipahaminya hanya mendapat saham 50 persen di PT MAP, tetapi ia meyangkal tak pernah membuat akta tersebut. Ia juga menegaskan yang menjadi masalah bagi saksi pelapor adalah semua akta yang menyangkut namanya, terkait akta yang ia laporkan, termasuk akta nomor 13.
“Saya buat laporan polisi tahun 2022, saya datang bersama kuasa hukum saya Michael Deo. Saya memberi kuasa 23 Maret 2022. Seingat saya sejak digugat sudah memberikan kuasa. Kuasa saya legalisir di konsulat, tapi kalau kuasa itu pidana atau perdata saya tidak ingat, kalau 19 Agustus 2022 seingat saya hanya laporan saja,” kata Michael di persidangan.
Saksi pelapor juga menegaskan, untuk fotocopi KTP miliknya hanya diberikan kepada keluarganya. Ia menyatakan KTP tidak pernah diberikan ke pihak lain. Adapun terkait Ade Teguh Chandra yang mengaku sebagai kuasa lisan dirinya, Michael menegaskan tahu sama sekali terkait hal itu. Namun diakuinya, kalau ada orang mengaku membuat kuasa lisan atas nama dirinya tentu ia dirugikan.
“Saya tidak melaporkan Ade Chandra, saya cuma melaporkan notaris. Saya tidak tahu siapa yang menyuruh notaris membuat akta itu. Saya juga tidak pernah memberikan identitas saya ke orang lain, kalau keluarga memang pernah. Orang tua memang tak pernah menyampaikan memberikan akta itu. Pak Setiawan juga enggak pernah ngomong ke saya terkait memberikan KTP saya ke Dewi Kusuma. Kalau terkait identitas saya di chat itu, saya dirugikan atau tidak saya tidak tahu,” kata Michael, usai dicecar saat ditunjukkan bukti chat atas permintaan kuasa hukum Yustiana, Evarisan.
Michael juga meminta kuasa hukum Yustiana, terkait akta nomor 13, menanyakan langsung ke Setiawan. Karena ia sendiri mengaku tidak pernah tanya kepada Setiawan terkait identitas dirinya ada di akta itu. Termasuk terkait identitas dirinya siapa yang memberikan saksi mengaku tidak pernah menanyakan ke orang tuanya.
Michael juga menegaskan, rekening atas namanya dikelola oleh perusahaan keluarga. Sedangkan terkait akta hibah, saksi beralasan, tidak pernah tahu diberikan ayahnya Setiawan. Karena terkait akta hibah tak pernah diceritakan ayahnya ke saksi. Namun ia memastikan membuat laporan atas kasus ini karena kehendaknya sendiri, tidak ada permintaan orang tuanya.
“Kalau rekening BCA saya dipegang oleh admin perusahaan keluarga, rekening itu bukan saya pegang, rekening itu dipegang bapak saya Setiawan dan memang saya izinkan. Kalau terkait admin laporan ke rekening saya ada dana masuk Rp1,950 miliar tidak pernah dapat laporan admin. Termasuk uang masuk dari Pak Setiawan ke rekening saya tidak tahu,” tandasnya.
Sidang perkara tersebut akan dilanjutkan pada Kamis (20/2/2025) pukul 10.00 WIB, dengan agenda pemeriksaan saksi dokter Setiawan dan Siswa Sandjaja Chandra.
(SUBEKAN – Harianmuria.com)