KUDUS, Harianmuria.com – Masjid Al-Aqsha atau yang dikenal sebagai Masjid Menara Kudus masih berdiri kokoh di tengah kota Kudus. Keunikan yang menjadi ciri khas adalah menaranya setinggi 18 meter yang menyerupai candi dengan arsitektur Hindu Jawa.
Uniknya lagi, di area masjid juga terdapat tempat wudu berbentuk persegi panjang dengan delapan pancuran yang dihiasi arca, menggambarkan budaya Buddha. Sementara itu, gapura menuju masjid juga bercorak Hindu, menyerupai pintu gerbang pura.
Masjid yang dibangun Sunan Kudus ini merupakan saksi bisu perjalanan dakwah Islam di tanah Jawa, yang dilakukan Sang Wali dengan tetap menjunjung nilai-nilai toleransi dan menghargai kebudayaan setempat.
Masjid Menara Kudus ini tidak hanya pusat ibadah dan dakwah, tetapi juga simbol toleransi dan akulturasi budaya. Hingga hari ini, Masjid Menara Kudus tidak pernah sepi dari peziarah dan penyuka wisata religi baik dari dalam maupun luar negeri.
Menurut pengurus Yayasan Masjid Menara dan Makam Sunan Kudus (YM3SK) Denny Nur Hakim, desain masjid tersebut merupakan cara Sunan Kudus berdakwah agar Islam dpt diterima oleh masyarakat saat itu tanpa menghilangkan tradisi yang sudah ada.
“Masjid ini dari dulu dikenal sebagai pusat penyebaran agama Islam yang dilakukan Sunan Kudus, dengan pendekatan yang menjaga toleransi dan menjunjung kebudayaan. Sampai sekarang kami meneruskan jejak dari Sunan Kudus dalam berdakwah,” kata Denny, Rabu (5/3/2025).
Berdasarkan prasasti yang ada, Masjid Al-Aqsha didirikan oleh Sunan Kudus pada 956 Hijriah atau tepatnya 23 Agustus 1549 Masehi. Denny menuturkan, bangunan asli yang didirikan Sunan Kudus sangat kecil, batasnya dari mihrab pengimaman sampai gapura di dalam ruangan masjid.
Bangunan masjid mengalami perluasan karena sudah tidak lagi mampu menampung banyaknya jemaah. “Perluasan dilakukan tiga kali, pertama kali tahun 1918-1919, kemudian sekitar tahun 1927. Terakhir perluasan dilakukan tahun 1933 hingga luas dan bentuknya seperti sekarang,” terang Denny.
Tak hanya menjadi tempat ibadah, area sekitar Masjid Menara Kudus juga dikenal sebagai pusat pendidikan agama Islam dengan banyaknya sekolah agama dan pondok pesantren yang berdiri.
Ahmad Syafiq Al Maududi, santri asal Selayar, Sulawesi Selatan, mengagumi keindahan dan keunikan Masjid Menara Kudus yang tidak ditemui di masjid-masjid lain di era modern.
Ahmad mengaku sering menghabiskan waktunya di Masjid Menara Kudus untuk menghafal Al-Qur’an dan berdoa. Baginya, ketenangan di masjid ini membawa kedamaian yang tak bisa diungkapkan dengan kata-kata.
“Saya mondok, dan sering ke sini karena suasananya. Sulit diungkapkan, mungkin harus langsung datang ke Masjid Menara Kudus untuk merasakan sendiri,” tuturnya.
Keunikan arsitektur dan sejarah panjangnya menjadikan Masjid Menara Kudus bukan hanya simbol penyebaran Islam di Jawa, melainkan juga menjadi pengingat akan semangat toleransi dan akulturasi budaya yang terjaga hingga hari ini.
(FAHTUR ROHMAN – Harianmuria.com)