SEMARANG, Harianmuria.com – Salah satu tradisi yang tetap lestari di bulan Ramadan adalah nyekar, ritual ziarah ke makam leluhur dan ulama besar sebagai bentuk penghormatan dan doa.
Peristirahatan terakhir KH Sholeh Darat, di kompleks Tempat Pemakaman Umum (TPU) Bergota Krakalan, Jalan Bendungan, Randusari, Semarang Selatan, menjadi salah satu tujuan utama ziarah bagi masyarakat.
“Salah satu makam yang paling sering dikunjungi adalah peristirahatan terakhir KH Sholeh Darat atau Muhammad Sholeh bin Umar al-Samarani, seorang ulama besar yang meninggalkan jejak keilmuan mendalam bagi generasi setelahnya,” ujar juru kunci makam Sumiati, Minggu (2/3/2025).
Sumiati menjelaskan bahwa KH Sholeh Darat lahir di Desa Kedung Jumbleng, Kecamatan Mayong, Jepara. Ia putra dari Umar Asmarani, seorang pejuang yang menjadi kepercayaan Pangeran Diponegoro dalam melawan penjajahan Belanda.
“Semasa hidupnya, Mbah Sholeh Darat dikenal sebagai cendekiawan yang menjadi guru bagi banyak ulama dan tokoh pergerakan nasional. Murid-muridnya antara lain KH Ahmad Dahlan, pendiri Muhammadiyah, serta KH Hasyim Asy’ari, pendiri Nahdlatul Ulama (NU), yang kemudian meneruskan perjuangannya dalam membangun peradaban Islam di Nusantara,” ungkapnya.
Bahkan, lanjut Sumiati, Raden Ajeng Kartini yang merupakan simbol perjuangan emansipasi wanita Indonesia juga berguru kepada KH Sholeh Darat. Darinya Kartini pertama kali belajar mengaji Al-Qur’an.
KH Sholeh Darat juga dikenal sebagai sosok yang berani menerjemahkan Al-Qur’an ke dalam bahasa Jawa dengan aksara Pegon, suatu langkah berani di tengah larangan ketat pemerintah kolonial Belanda.
“Karya-karyanya menjadi senjata intelektual yang membebaskan pemahaman agama dari bahasa elite, sehingga bisa diakses oleh masyarakat luas. Beberapa kitab yang ditulis oleh KH Sholeh Darat antara lain Lathaif at-Thaharah wa Asrar, Kitab Pujian, Faidur Rahman, serta Kitab Al-Hikam, yang menjadi warisan keilmuan Islam di Nusantara,” sebutnya.
KH Sholeh Darat juga dikenal memiliki karamah, salah satunya kisah tentang kemampuannya mengubah bongkahan batu menjadi emas. Hingga saat ini, makamnya masih menjadi tujuan peziarah dari berbagai daerah, bahkan hingga luar negeri.
“Menjelang Ramadan, jumlah peziarah meningkat tajam. Mereka datang dengan berbagai niat, dari sekadar mendoakan, mengenang jasa KH Sholeh Darat, hingga mencari berkah dan inspirasi dari perjuangannya dalam menyebarkan ilmu agama,” katanya.
Sumiati menambahkan, ziarah ke makam ulama seperti KH Sholeh Darat menjadi bagian dari tradisi yang terus dilestarikan. “Bukan hanya sebagai penghormatan, tetapi juga sebagai pengingat akan pentingnya ilmu dan perjuangan dalam menegakkan ajaran Islam di Nusantara,” ujarnya.
(RIZKY S – Harizamuria.com)