KAB.SEMARANG, Harianmuria.com – Kebijakan efisiensi anggaran yang dicanangkan pemerintah pusat tidak hanya berdampak pada program-program pemerintah daerah saja. Sektor usaha swasta juga terkena imbas kebijakan tersebut, terutama sektor bisnis dan akomodasi.
Selain hotel dan konvensi, sektor usaha transportasi darat komersial juga tak luput harus merasakan efek domino dari pemangkasan anggaran oleh pemerintah pusat tersebut. Salah satunya dialami Perusahaan Otobus (PO) Citra Dewi yang ada di Kecamatan Bandungan, Kabupaten Semarang.
Pengelola PO Citra Dewi, Handika Gusni Rahmulya, mengatakan usahanya turut terkena imbas efisiensi anggaran. “Ya sekarang ini lesu orderannya, karena banyak sekali yang membatalkan kontrak sewa armada bus, khususnya dari sejumlah instansi pemerintahan yang memang selama ini telah dilakukan,” ujarnya, Senin (24/2/2025).
Handika mengaku usaha transportasi yang ia jalankan itu sudah lesu sejak bulan Januari lalu. Tak pelak, para pengelola PO harus memutar otak untuk menyiasati situasi yang bagi mereka sangat tidak menguntungkan ini.
Seiring penerapan efisiensi anggaran melalui terbitnya Inpres Nomor 1 Tahun 2025, pemilik usaha PO pun kian gigit jari. Sebab, sejumlah orderan yang sudah deal dari instansi pemerintahan, kemudian tiba-tiba harus dibatalkan.
“Penurunannya banyak sekali ya, dari adanya efisiensi anggaran ini. Saya dan teman-teman pengelola usaha jasa transportasi wisata lainnya memang sudah merasakan situasi ini,” imbuhnya.
Handika menuturkan, penurunan omzet dari bisnis yang ia jalankan bisa mencapai 35 persen. Itu dikarenakan instansi pemerintah selama ini merupakan salah satu konsumen potensial bagi para pelaku usaha, termasuknya pemilik jasa transportasi seperti Handika.
“Turunnya sekitar 25 hingga 35 persen imbas pemangkasan anggaran ini. Karena memang, instansi pemerintahan selama ini menjadi salah satu konsumen tetap di PO milik saya ini dan para pelaku jasa transportasi sektor pariwisata lainnya,” jelasnya.
Biasanya, ungkap Handika, di setiap menjelang bulan Ramadan, banyak orderan armada bus untuk kegiatan ziarah dan kegiatan-kegiatan instansi lainnya. Namun, karena ada instruksi efisiensi, saat ini sejumlah instansi pemerintahan telah kontrak sewa armada bus.
“Karena alasan efisiensi anggaran yang cukup ketat di lingkungan instansi pemerintahan, akhirnya dilakukan pembatalan ini yang jumlah cukup banyak,” sebut Handika.
Handika menambahkan, di garasi PO Citra Dewi saat ini ada 27 armada bus yang ngandang alias tidak beroperasi, dan hanya 22 armada di antaranya yang ada driver (sopir) serta kru.
“Kalau sebelumnya setiap armada bus ada driver dan kru masing-masing yang bertanggungjawab, sekarang tidak semuanya ada. Karena memang ada beberapa kru atau driver yang sudah mengundurkan diri atau memilih untuk beralih provesi, akibat lesunya order atau penyewa bus sekarang ini,” keluhnya.
Meski demikian, ia mengaku masih mempertahankan usahanya itu, dan tidak melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK). “Tapi memang situasi dan kondisinya sudah seperti ini,” sambungnya.
Kiat lain yang dilakukannya untuk bertahan saat ini adalah menunda pembaruan armada bus. “Jika dihitung-hitung dengan order yang sepi, juga tidak efektif bagi kami. Kami sampai menunda pembaruan armada bus,” tuturnya.
(HESTY IMANIAR – Harianmuria.com)