KAB.SEMARANG, Harianmuria.com – Di awal bulan Ramadan 1446 H, sejumlah komoditas bahan pangan atau bahan pokok masyarakat (bapokmas) di Kabupaten Semarang mengalami kenaikan harga yang signifikan.
Dari sejumlah bapokmas yang mengalami kenaikan harga seperti telur ayam, daging ayam, daging sapi, bawang merah, bawang putih, cabai menjadi jenis komoditas yang lonjakannya paling signifikan di pasar-pasar tradisional di Kabupaten Semarang.
Dari berbagai jenis cabai yang mengalami kenaikan harga, cabai rawit merah saat ini harganya paling ‘pedas’ di pasaran. Saat ini harga cabai merah menembus angka Rp100 ribu per kilogram (kg) di Pasar Bandarjo, pasar terbesar di wilayah Ungaran, Kabupaten Semarang.
Salah satu warga yang tengah belanja di pasar tersebut, Aini Aila Sari (32) mengaku kewalahan dengan tingginya harga cabai rawit merah saat ini.
“Kebetulan satu rumah suka makan pedas semua, dan memang saya selalu beli cabai yang rawit merah ini setiap harinya. Sekarang harganya naik, biasanya beli Rp10 ribu sudah bisa dapat cukup banyak cabai rawit merah ini, sekarang sedikit sekali,” ungkapnya, Senin (3/3/2025).
Warga Kalongan, Ungaran Timur itu mengaku keberatan di saat cabai yang menjadi komoditas favorit keluarganya itu mengalami kenaikan harga yang sangat fantastis.
“Mahal sekali sekarang, jadi mau tidak mau harus beli Rp 20 ribu, baru bisa dapat lumayan banyak. Biasanya kalau beli Rp 10 ribu ini cukup untuk dua hari konsumsi, sekarang harus keluar uang dua kali lipatnya. Sangat berat, mahal cabai ini, belum yang lainnya,” keluhnya.
Kartinah (60) seorang pedagang di Pasar Bandarjo menyebutkan cabai jenis rawit merah memang mengalami kenaikan paling signifikan.
“Sebelumnya harganya Rp50 ribu, lalu naik lagi jadi Rp55 ribu untuk per kilonya. Terus tiba-tiba naik lagi dari sananya saya beli itu Rp75 ribu, dan sekarang sudah mencapai Rp100 ribu per kg,” bebernya.
Menurut Kartinah, lonjakan harga tersebut bukan dipicu oleh meningkatnya permintaan pasar di saat bulan Ramadan seperti ini, melainkan kurangnya pasokan atau produksi dari para petani, karena memang beberapa minggu ini wilayah dataran tinggi terus diguyur hujan setiap harinya.
Terpisah, salah seorang petani cabai dari Desa Sidomukti, Kecamatan Bandungan, Kabupaten Semarang, Anthony Cahyono (45) mengungkapkan bahwa kenaikan harga di tingkat pasaran petani terjadi mulai Rabu (26/2/2025) pekan lalu.
“Tadi pagi saja, kami di sini masih harus jual cabai-cabai hasil panen kami Rp90 ribu per kg, dari sebelumnya hanya Rp40 ribu per kilonya,” ungkapnya.
Kurangnya pasokan cabai jenis rawit merah ini disebabkan faktor cuaca yang tidak menentu yang kerap terjadi beberapa minggu ini di kawasan dataran tinggi di Kabupaten Semarang. Kondisi itu menyebabkan banyak tanaman cabai rusak.
“Banyak yang rusak tanaman cabainya, jadi gagal panen. Ini jadi alasan utama kenaikan harga cabai akhir-akhir ini. Apalagi ini awal-awal bulan puasa, permintaan pasar pasti tinggi, jadi tidak heran kalau harganya mahal sekali sekarang ini,” urai Anthony.
Dijelaskan kembali oleh Anthony, saat ini banyak sekali tanaman cabai yang rusak di kebun. Hal ini disebabkan karena angin yang berembus di wilayah dataran tinggi ini kencang setiap harinya, ditambah guyuran hujan deras.
“Kerap sekali angin kencang dan hujan deras di dataran tinggi tempat kebun tanaman cabai kami berada. Jelas ini bikin tanaman cabai kami rusak, dan hanya bisa setengahnya saja yang bisa dipanen dari hasil keseluruhan biasanya,” lanjutnya.
Karena alasan itulah, para petani cabai pada umumnya menaikkan harga jual ke tengkulak hampir dua kali lipat dari harga normal di angka Rp40 ribu untuk per kilogramnya.
“Banyak yang roboh dan busuk juga cabai-cabai kami ini. Biasanya, kalau kondisi cuaca normal dua petak lahan garapan saya itu bisa panen antara 40 sampai 50 kg, tapi sekarang ini cuma bisa 20 sampai 25 kg saja,” pungkas Anthony.
(HESTY IMANIAR – Harianmuria.com)