KUDUS, Harianmuria.com – Jembatan kayu penghubung dua kabupaten, yakni Kudus dan Demak akhirnya dibangun ulang dengan kontruksi lebih baik. Jembatan yang dinamai dengan Jembatan Apung Setro Waru ini resmi dibuka pada Senin (12/12).
Pembangunan jembatan penghubung Desa Kedungwaru, Kecamatan Karanganyar, Kabupaten Demak dengan Desa Setrokalangan, Kecamatan Kaliwungu itu pembangunannya melibatkan pemerintah desa setempat serta investor dari CV Trisula Japung, Bumi Ayu, Kabupaten Brebes.
Kepala Desa Setrokalangan Didik Handono menyampaikan, pihaknya berterima kasih atas adanya pihak-pihak yang telah terlibat untuk membangun jembatan ini.
“Dengan adanya jembatan ini, maka bisa membantu akses mobilisasi warga dari Desa Setrokalangan, Kudus yang ingin menuju ke Desa Kedungwaru atau Demak. Warga dari arah sebaliknya juga terbantu, jadi lebih efektif, hemat tenaga dan biaya, tidak perlu jalan memutar,” kata Didik.
Selain itu, jembatan ini juga dinilai mampu meningkatkan ekonomi masyarakat setempat. Hal ini lantaran warga juga dilibatkan dalam pengelolaan jembatan apung tersebut.
“Investor dan pemilik lahan atau pemangku adat sudah ada komunikasi dengan warga setempat supaya turut dilibatkan,” ucapnya.
Berdasarkan penuturannya, setiap warga yang melintasi jembatan ini nantinya akan dikenakan tarif Rp 2 ribu dalam sekali jalan. Sementara, untuk anak sekolah tarifnya akan digratiskan.
“Entah itu motor atau jalan kaki, dalam sekali jalan tarifnya Rp 2 ribu. Kalau anak sekolah gratis mau melintasi jembatan ini,” jelasnya.
Sementara itu, Wakil Investor dari CV Trisula Japung Yahya Maulana mengatakan, pihaknya membangun jembatan ini karena ingin membantu mempermudah warga yang memang membutuhkan akses tersebut.
“Tujuan kami membangun jembatan ini yaitu untuk memudahkan masyarakat setempat yang mau melintas. Karena setahu kami, masyarakat baik dari Desa Setrokalangan maupun Desa Kedungwaru sangat membutuhkan akses ini,” ungkap Yahya.
Ia menjelaskan, jembatan apung yang memiliki panjang 70 meter dan lebar 2,5 meter itu menelan anggaran pembangunan senilai Rp 400-500 juta.
Adapun untuk pengelolaannya, ia menyebut pembagiannya masing-masing 50:50.
“Untuk pengelolaan tarif melintasi jembatan itu pembagiannya 50:50. Untuk investor 50 persen, dan untuk warga yang menjaga itu juga 50 persen. Perkiraan kami, dalam sehari akan ada 700-800 warga yang melintas di jembatan apung” tuturnya.
Oleh karenanya, pihaknya juga mengatakan akan terus melakukan pemantauan dan perawatan jembatan secara rutin selama satu sampai tiga bulan sekali.
Selain itu, Yahya juga memastikan, jembatan ini aman untuk dilintasi masyarakat. Sekalipun ketika debit air di Sungai Wulan sedang mengalami kenaikan.
“Kami pastikan aman karena sudah sempat diuji berulang-ulang, itu tidak ada masalah. Nanti juga ada penjaga yang menjaga jembatan,” pungkasnya. (Lingkar Network | Nisa Hafizhotus Syarifa – Harianmuria.com)