SEMARANG, Harianmuria – Pedagang kaki lima (PKL) yang biasa mangkal di Kawasan Industri Wijayakusuma (KIW) menggeruduk Balai Kota Semarang, Rabu (5/3/2025). Mereka menggelar aksi protes setelah dilarang berjualan di area tersebut.
Dalam pantauan di lokasi, sekitar 30 pedagang membawa serta anak dan istri mereka dalam aksi tersebut. Mereka juga membawa berbagai spanduk yang bertuliskan berbagai kritikan terhadap KIW atas kebijakan larangan berjualan tersebut.
Tak berselang lama, para pedagang yang juga didampingi oleh YLBH (Penyambung Titipan Rakyat) Petir Jateng memasuki gedung DPRD Kota Semarang, dan melakukan audiensi oleh perwakilan Komisi B.
Sekretaris Komisi B DPRD Kota Semarang Syahrul Qirom mengatakan, para pedagang menuntut untuk dapat kembali berjualan di KIW. Menurutnya, saat ini keluhan pedagang telah ditampung untuk kemudian dapat ditindaklanjuti.
“Kami juga akan memanggil pihak KIW, untuk mengetahui alasan menolak para pedagang, kan kasihan juga momennya dekat Lebaran. Apalagi mereka ini kan untungnya tidak seberapa, jadi kami akan segera menindaklanjuti aduan ini,” ungkap Syahrul.
Selain itu, lanjutnya, kebijakan KIW yang telah memberikan fasilitas food court untuk para pedagang dirasa kurang efektif.
“Menurut keterangan pedagang, fasilitas itu jaraknya terlalu jauh dan tidak efektif bagi pedagang maupun pembeli yang merupakan karyawan. Maka ini nanti juga akan ditindaklanjuti juga oleh Wali Kota untuk diselesaikan,” jelasnya.
Di sisi lain, Ketua YLBH Petir Zainal Abidin mengungkapkan bahwa manajemen KIW melarang PKL berjualan tanpa dasar yang jelas. “Pelarangan ini tidak ada alasan jelas, kan kasihan. Bahkan untuk mencegah pedagang berjualan ini juga dilakukan oleh oknum TNI, nah kapasitasnya apa,” ungkapnya.
Lebih lanjut, Zainal menyatakan KIW yang merupakan BUMN tidak seharusnya melakukan tindakan sewenang-wenang terhadap rakyat kecil.
“Harusnya fungsi BUMN itu bagaimana rakyat kecil sejahtera, kemudian bagaimana UMKM maju. Namun, kenyataannya malah diusir tidak boleh jualan, padahal itu hanya dua jam, yaitu saat istirahat dan pulang,” ujarnya.
Ia menambahkan, KIW merupakan BUMN yang bertempat di Kota Semarang, maka tidak boleh bertindak seolah-olah negara di dalam negara.
“Jadi harus memikirkan kesejahteraan warga sekitar, harus berbaur kepada masyarakat, dan ini wali kota harus turun. Enggak boleh dong KIW seperti itu,” tandasnya.
(SYAHRIL MUADZ – Harianmuria.com)