KUDUS, Harianmuria.com – Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) Republik Indonesia menetapkan 6 tradisi asli Kabupaten Kudus masuk ke dalam Warisan Budaya Tak benda (WBTb).
Enam tradisi kebudayaan yang masuk dalam WBTb Nasional diantaranya tradisi Dandangan, Jenang Kudus, Kesenian Barongan, dan Joglo Pencu, prosesi Jamasan Pusaka Sunan Kudus Keris Cinthaka, serta tradisi Buka Luwur Sunan Kudus.
Kepala Dinas Kebudaayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kabupaten Kudus, Mutrikah melalui Subkoordinator Seksi Sentradasa, Bambang Widiharto menyampaikan, penetapan keenam budaya menjadi WBTb itu sudah dilakukan sejak beberapa tahun terakhir. Penetapan tersebut dilakukan secara bertahap hingga totalnya saat ini ada enam kebudayaan yang tercatat sebagai WBTb Nasional.
“Dengan tercatat sebagai WBTb ini merupakan salah satu upaya untuk tetap melestarikan kebudayaan tersebut,” kata Bambang.
Setelah ditetapkan menjadi WBTb, pihaknya berkewajiban melaporkan kegiatan secara rutin ke Kemendikbudristek RI setidaknya satu tahun sekali. Jika tidak, status WBTb Nasional ini bisa dicabut oleh pihak kementerian.
“Setidaknya setiap setahun sekali kegiatan budaya-budaya itu kami laporkan. Karena jika empat tahun berturut-turut tidak ada laporan kegiatan budaya tersebut, status WBTb akan dicabut,” sebutnya.
Pihaknya mengungkap, proses keenam kebudayaan tersebut untuk menjadi WBTb Nasional tidaklah mudah. Mengingat, tidak semua seni dan kebudayaan bisa masuk dalam kategori WBTb Nasional. Kebudayaan yang ditetapkan jadi WBtb Nasional tersebut diharuskan merupakan budaya yang harus sudah mentradisi dan melekat di masyarakat dan harus sudah berusia 50 tahun.
Selain keenam warisan budaya Kota Kretek tersebut, pihaknya pun berencana untuk mendaftarkan lagi tradisi kebudayaan asli Kabupaten Kudus lainnya untuk bisa menjadi WBTb Nasional.
“Kami ada rencana untuk mendaftarkan lagi ke WBTB. Ini masih kami pilah-pilah dan nanti tinggal menyusun deskripsinya. Karena yang sulit itu membuat diskripsi yang menggambarkan sejarah sebenarnya, apalagi dengan narasumber yang terbatas,” tuturnya. (Lingkar Network | Nisa Hafizhotus Syarifa – Harianmuria.com)